Sabtu, 11 Februari 2012

INDAHNYA PULAUKU (BAWEAN)


Bawean adalah sebuah pulau yang terletak di Laut Jawa, sekitar 80 Mil atau 120 kilometer sebelah utara Gresik. Secara administratif, pulau ini termasuk dalam Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Belanda (VOC) masuk pertama kali ke Pulau ini pada tahun 1789 M. Sebelum tahun 1974 M Pulau Bawean masuk dalam wilayah Kabupaten Surabaya sebelum di bentuknya Kabupaten Gresik namun sejak tahun 1974 M pulau Bawean di masukkan kedalam wilayah Kabupaten Gresik karena memang letaknya lebih dekat dengan Kabupaten Gresik


Bawean memiliki 2 kecamatan yaitu Sangkapura dan Tambak. Jumlah penduduknya sekitar 70.000  jiwa yang merupakan pembauran beberapa suku yang berasal dari Jawa, Kalimantan ,Sulawesi, Sumatera dan Madura
termasuk budaya dan bahasanya. Penduduk Bawean kebanyakan memiliki mata pencaharian sebagai nelayan atau petani selain juga menjadi TKI di Malaysia dan Singapura. Etnis mayoritas penduduk Bawean adalah Suku Bawean, diikuti oleh Suku Jawa, Madura dan suku-suku lain misalnya Bugis, Mandar dan Palembang.
Bahasa pertuturan mereka adalah bahasa Bawean. Bukannya bahasa Madura seperti yg dimaklumkan sebelum ini. Di Malaysia dan Singapura, penyebutan suku ini berubah menjadi Boyan. Mereka menyebut diri mereka orang Boyan, maksudnya orang Bawean.


 Kata Bawean berasal dari bahasa Sanskerta, yang berarti ada sinar matahari. Menurut legenda, sekitar tahun 1350, sekelompok pelaut dari Kerajaan Majapahit terjebak badai di Laut Jawa dan akhirnya terdampar di Pulau Bawean pada saat matahari terbit. Kitab Negarakertagama menyebutkan bahwa pulau ini bernama Buwun , Awal abad ke-16 agama Islam masuk ke Bawean yang dibawa oleh Maulana Umar Mas'ud. Makamnya hingga kini merupakan tujuan peziarah lokal maupun dari luar Bawean.Makam Umar Mas'ud berada di wilayah Sangkapura yang terletak di pantai selatan pulau tersebut. Sedang di pantai utara, tepatnya di desa Diponggo ada kuburan seorang ulama wanita penyebar Islam di daerah itu, namanya Waliyah Zainab, terletak di atas dataran tinggi.


 Bawean sering disebut juga Pulau Putri karena banyak laki-laki muda yang merantau ke pulau Jawa atau ke luar negeri. Orang Bawean yang merantau ke Malaysia dan Singapura membentuk perkampungan di sana. Di negeri jiran masyarakat Bawean dikenal dengan istilah orang Boyan. Banyak juga para perantau ini yang berhasil dan menjadi orang terkenal di Indonesia.
Sumber Wikipedia


Banyak wahana unik yang siap menunggu untuk dijelajahi oleh para penikmat wisata alam. Ada danau, pantai, gugusan gunung dan pulau-pulau.



Pulau yang menyimpan banyak potensi wisata alam ini berada dalam wilayah Kabupaten Gresik, kurang lebih 80 mil ke arah utara. Dengan luas 194,11 kilometer persegi, pulau terbagi atas dua kecamatan, Kecamatan Sangkapura di sebelah selatan dan Kecamatan Tambah di bagian utara.

Sebenarnya petualangan ke Bawean sudah mulai terasa bahkan ketika kita baru dalam perjalanan laut dari dermaga Gresik. Maklum selama di dalam kapal, perut terasa dikocok oleh guncangan ombak yang sedikit membuat tubuh terhuyung, untungnya perjalanan dengan kapal cepat hanya membutuhkan waktu 3 jam. Padahal dulu sebelum ada kapal cepat, rute ini ditempuh dalam waktu antara 8-9 jam.

Setelah kapal bersandar di dermaga Sangkapura, rasa pening akibat perjalanan laut seketika terbayar ketika kita melihat gugusan bukit dan birunya langit yang terhampar di balik dermaga. Kini kita telah siap untuk menjelajahi keindahan dan keunikan yang tersembunyi di balik hamparan hijau yang merata di Pulau Bawean ini.



Danau Kastoba

Salah satu keindahan alam dan tujuan utama wisata di Bawean ini adalah Danau Kastoba. Berada di Desa Peromahan, danau ini berjarak sekitar 5 kilometer ke arah timur dari pusat Kecamatan Tambak. Sama seperti di tempat lain, danau yang luasnya 527 hektar ini juga menyimpan banyak cerita turun temurun yang dipercaya oleh masyarakat sekitarnya hingga sekarang.

Zaman dulu ketika pulau ini diperintah oleh Ratu Jin, hamparan gunung menyebar rata di seluruh penjuru pulau, dengan pepohonan lebat yang subur menghiasi hutannya. Dengan wibawanya semua makhluk tunduk dihadapannya. Di pulau ini banyak tumbuh pohon kastoba. Namun ada satu kastoba sakti yang bisa menyembuhkan semua jenis penyakit. Ratu Jin penguasa pulau ingin pohon sakti ini tetap abadi dengan menjauhkannya dari ketamakan makhluk-makhluk yang hanya ingin bisa memanfaatkan kesaktian pohon ini tanpa mau merawatnya. Maka diutuslah sepasang burung gagak untuk menjaga pohon, termasuk menjaga rahasia tentang kesaktian pohon itu.

Pada suatu ketika datanglah seorang kakek yang bersemedi meminta petunjuk untuk menyembuhkan kebutaan yang dideritanya di bawah pohon sakti ini. Dan kakek itu tak sengaja mendengar suara bisik-bisik kedua burung gagak yang tak henti-hentinya membicarakan tentang kesaktian pohon ini. Sang kakek akhirnya memetik daun kastoba dan mengoleskan getahnya di mata. Secara ajaib kakek tersebut bisa melihat lagi dan kakek berteriak kegirangan. Suara kakek itu sangat mengejutkan kedua burung gagak, mereka sadar telah berbuat ceroboh maka mereka segera melaporkan kejadian itu pada Ratu Jin.

Ratu Jin sangat murka mendengar pengakuan mereka dan diusirlah sepasang burung gagak itu, Ratu juga meminta semua gagak yang ada dh pulau itu pergi dan melarang anak cucunya untuk kembali. Kisah ini pula yang dipercaya masyarakat Bawean, mengapa sampai saat ini tidak pernah terlihat burung gagak di pulau ini. Akhirnya Ratu Jin mencabut pohon sakti itu hingga ke akarnya, bekas akar yang tercabut inilah yang selanjutnya sebagai jalan air hingga menggenangi kawasan hutan dan membentuknya menjadi sebuah telaga.

Kini pohon Kastoba (euphorbia pulcherrima) yang juga disebut pohon merah atau di beberapa daerah dikenal sebagai pohon racunan ini sudah sangat jarang ditemui di Bawean. Namun keelokan danaunya masih bisa dinikmati, tetap terhampar seolah mengundang keingintahuan para pendatang untuk berkunjung. Selama perjalanan menuju danau, mata kita akan disegarkan oleh lebatnya pohon, kita bisa sepuasnya menghirup udara yang segar tanpa polusi. Bagi yang menyukai trekking, akan sangat menikmati jalanan yang menanjak sekitar 30 derajat ini. Yang menyukai jalan santai juga akan terbuai dengan suasana alami yang ada. Diantara hijaunya dedaunan dari pohon-pohon raksasa yang telah berusia puluhan tahun, terlihat deretan rumah-rumah di balik bukit seberang yang membentuk sebuah perkampungan kecil. Sungguh pemandangan yang tak bisa dilukiskan indahnya.

Rasa lelah setelah perjalanan kaki sekitar 30 menit akan segera terhapus begitu sampai di tanjakan terakhir, dimana kesejukan air danau telah menanti. Ada satu larangan yang tidak boleh dilanggar yaitu dilarang mengambil bebatuan yang ada di sekitar danau. Mungkin hal inilah yang menyebabkan warga sekitar membiarkan saja pepohonan yang roboh dimakan usia hingga masuk ke perairan di pinggir danau. Tapi keadaan ini justru menambah keunikan dan kesan alami danau dan sekitarnya.

Ada kebiasaan dari warga Bawean, yaitu setiap pulang dari merantau mereka pasti akan mengunjungi danau ini. Danau ini pasti ramai di saat musim libur Lebaran, saat ini mereka mengajak serta seluruh anggota keluarga untuk berkumpul, bersilahturahmi sambil menikmati bekal yang telah dibawa dari rumah.

Keunikan lain dari danau ini adalah warna danau yang sering berubah, bila musim penghujan warnanya menjadi hijau hingga menjaid kuning kemilau seperti beminyak di saat kemarau tiba. Kadang danau itu berwarna merah bila ada seorang wanita yang sedang dalam masa haid mandi di sungai itu.


Pulau Gili

Kurang lengkap rasanya bila kita ke Bawean tanpa berkunjung ke pulau-pulau kecil yang banyak tersebar disekitarnya, salah satunya Pulau Gili yang berada di sebelah tenggara Kecamatan Sangkapura. Namun, anda harus rela menceburkan diri ke air laut sedalam lutut untuk menuju kapal kecil yang akan membawa kita menyeberang, karena memang tidak ada dermaga.

Pulau ini dapat dicapai dalam 30 menit perjalanan menggunakan perahu kecil yang biasa digunakan nelayan penangkap ikan. Dengan menyewa sebesar 150-200 ribu, rombongan sebanyak 20 orang bisa diangkut pulang pergi ke pulau yang hanya berpenduduk rekitar 600 jiwa.

Bagi para penggemar kuliner, anda bisa memuaskan keinginan untuk belanja lobster disini. Udang besar hasi laut ini diambil langsung oleh nelayan dari perairan sekitar pulau. Harganya sangat bervariatif, mulai 150 ribu per kilo. Atau bila kita ingin segera menikmati lezatnya lobster, kita bisa meminta bantuan warga untuk memasakkan lobster segar.

Bila kita tak punya kesempatan untuk mengunjungi pulau-pulau di sekitar Bawean, anda masih bisa mengunjungi pantai di Tanjung Anyar. Biasa dikenal dengan Jherat Lanjheng atau makam panjang. Pantai ini memiliki keunikan di pinggiran lautnya yang terdapat makam aneh yang panjangnya tak kurang dari 10 meter. Konon makam ini adalah makam dari salah seorang ajudan Aji Saka yang meninggal dalam tugasnya menjaga pusaka Aji Saka yang saat itu sedang mengembara menjelajahi Pulau Jawa.

Di pantai ini kita bisa menikmati suasana sore sambil menanti matahari terbenam, ikan bakar beserta degan segar siap menemani kita. Keramahan warganya yang berbahasa Madura sebagai bahasa sehari-hari semakin membuat kita betah berlama-lama menikmati indahnya suasana pantai


Kesenian Lokal


Bila kebetulan ada hajatan di rumah penduduk setempat seperti walimatul ursy, walimatul khitan, selamatan pantai dll, biasanya mereka memainkan suatu seni budaya yang mereka kasih nama Orkes Mandiling, Orkes Mandiling ini adalah satu-satunya budaya seni yang masih dilestarikan di pulau Bawean. meski hanya menggunakan alat music tradisional, tapi musik ini masih enak di dengar dan dinikmati. disamping itu juga Orkesa Mandiling ini di gelar ketika ada tamu penting baik dari kalangan pejabat, tamu dari Malaysia, Singapore dll. mereka akan disambut meriah dengan pagelaran Orkes Mandiling ini.



Budaya Lokal

Bila anda memiliki waktu lebih, sempatkan untuk berjalan-jalan keluar masuk kampung kecil, kita akan terkesima melihat bangunan-bangunan berupa rumah atau gubuk yang terbuat dari kayu jati atau ulin yang masih banyak dijumpai di depan rumah warga Pulau Bawean. Oleh warga, bangunan ini disebut durung-durung. Dalam bahasa Jawa, durung artinya belum. Dulu durung-durung  ini digunakan untuk tuan rumah menyilahkan tamunya untuk beristirahat sebentar sebelum masuk ke bangunan rumah inti, sehingga tuan rumah bisa menyiapkan jamuan. Durung-durung ini masih banyak dijumpai di Desa Peromahan. Diperkirakan adanya durung-durung ini berasal dari budaya suku Madura yang mulai masuk ke Bawean sekitar abad 19 Masehi bersamaan dengan mulai masuknya ajaran agama Islam.

Selain untuk menghormath tamu, durung-durung juga berfungsi sebagai lumbung padi. Desainnya membuat padi aman dari tikus, karena bagian atapnya sangat tinggi dan disanalah padi disimpan. Atap yang masih asli terbuat dari dedaunan sejenis palm yang tumbuh subur di pulau ini. Dulu setiap warga memiliki durung-durung di rumahnya, tapi kini tidak semua warga memilikinya.

Bila kita beruntung, petualangan ke Pulau Putri akan semakin menarik bila kita menjumpai seni adu ketangkasan pencak silat. Biasanya kesenian ini digelar setiap kali ada pesta adat seperti pesta perkawinan atau pesta penyambutan tamu. Dari dulu warga Bawean dikenal sebagai petualang yang sering berlayar mencari penghidupan di luar pulau. Dan itu adalah sebuah kewajiban bagi lelaki perantau untuk melengkapi diri dengan ilmu beladiri. Kini tradisi itu dilestarikan dalam sebuah kesenian olah gerak yang indah.